Sejarah Kemerdekaan Indonesia 17 Agustus 1945
Sejarah Kemerdekaan Indonesia merupakaan peristiwa penting yang kamu harus ketahui. Pada Tanggal 17 Agustus 1945 adalah tanggal yang sangat penting dan istimewa bagi seluruh rakyat Indonesia.
Negara Republik Indonesia mulai mengumumkan kemerdekaannya oleh sang Proklamator Indonesia yaitu, Soekarno dan M.Hatta. Sebelum mengumumkan hari kemerdekaan yang bertanggal 17 Agustus 1945 banyak sekali latar belakang kejadian peristiwa yang terjadi sebelum tanggal tersebut.
Latar Belakang
Pada Tanggal 6 Agustus 1945 ada peristiwa hujan Bom Atom yang terjadi di Negara Jepang yang tepatnya Pengeboman tersebut terjadi di Kota Hirosima oleh Amerika Serikat. Tujuan pengeboman Atom tersebut bertujuan untuk menurunkan moral dan semangat tentara Jepang di seluruh Dunia.
Sehari kemudian setelah tragedi Pengeboman tersebut. Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia atau lebih dikenal dengan BPUPKI. Mulai berganti nama Menjadi PPKI ( Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia ) atau disebut juga Dokuritsu Junbai Inkai dalam bahasa Jepang
PPKI di bentuk untuk mempertegas keinginan dan tujuan mencapai kemerdekaan Bangsa Indonesia. Pada Tanggal 9 Agustus 1945 muncul Tragedi pengeboman Atom kembali oleh Amerika Serikat di Negara Jepang lebih tepatnya di Kota Nagasaki. Sehingga menyebabkan Negara Jepang menyerah kepada Amerika Serikat dan Sekutunya. Momen atas kejadian tersebut akhirnya di manfaatkan oleh Bangsa Indonesia untuk mencapai Proklamasi kemerdekaannya.
Soekarno, Hatta selaku pemimpin dari PPKI dan Radjiman Wedyodinigrat sebagai mantan ketua BPUPKI diterbangkan ke Dalat yang lokasinya 250 km disebelah Timur Laut Saigon, Vietnam untuk bertemu dengan Marsakel Terauci.
Mereka memberikan kabar bahwa saat ini Pasukan Tentara Jepang sedang di-Ambang kekalahan dan akan memberikan kemerdekaan kepada Bangsa Indonesia. Sementara itu di Indonesia, Pada tanggal 10 Agustus 1945, Sultan Syahrir telah mendengar berita tersebut dari siaran Radio. Bahwa Jepang telah menyerah kepada Sekutu.
Pada saat itu pasukan pejuang bawah tanah bersiap - siap untuk memproklamasikan Kemerdekaan Indonesia, dan akan menolak bentuk kemerdekaan yang diberikan sebagai hadiah dari Jepang. Pada Tanggal 12 Agustus 1945, Jepang melalui Marsakel Terauci di Dalat, Vietnam.
Akhirnya, Para pemuda pejuang, termasuk Chaerul Saleh, Sukarni, dan Wikana yang konon kabar-nya terbakar semangat kemerdekaan setelah berdiskusi dengan Ibrahim gelar Datuk Tan Malaka yang bergabung dalam gerakan bawah tanah kehilangan kesabaran, dan pada dini Hari Tanggal 16 Agustus 1945.
Bersama Shodanco Singgih, salah satu anggota PETA, dan pemuda lain, mereka membawa Soekarno (bersama Fatmawati dan Guntur yang baru berusia 9 bulan) dan Hatta, ke Rengasdengklok, yang kemudian terkenal sebagai peristiwa Rengasdengklok.
Tujuannya tersebut agar Ir. Soekarno dan Drs. Moh. Hatta tidak terpengaruh oleh Negara Jepang. Di sini, mereka berdua kembali meyakinkan Soekarno bahwa Jepang telah menyerah dan para pejuang telah siap untuk melawan Jepang, apapun risikonya.
Di Jakarta, golongan muda, Wikana, dan golongan tua, yaitu Mr. Ahmad Soebardjo melakukan perundingan kembali. Mr. Ahmad Soebardjo akhirnya, menyetujui untuk memproklamasikan kemerdekaan Indonesia di Jakarta.
Maka dari situlah diutuslah Yusuf Kunto untuk mengantar Ahmad Soebardjo ke Rengasdengklok. Mereka menjemput Ir. Soekarno dan Drs.Moh. Hatta kembali ke Jakarta. Mr. Ahmad Soebardjo berhasil meyakinkan para pemuda untuk tidak terburu-buru memproklamasikan kemerdekaan.
Setelah mereka ber-dua tiba di Jakarta, mereka pulang ke rumah masing-masing. Mengingat bahwa hotel Des Indes (sekarang kompleks pertokoan di Harmoni) tidak dapat digunakan untuk pertemuan setelah pukul 10 malam, maka tawaran Laksamana Muda Maeda untuk menggunakan rumahnya (sekarang gedung museum perumusan teks proklamasi) sebagai tempat rapat PPKI diterima oleh para tokoh Indonesia.
Pada Malam harinya, Soekarno dan Hatta kembali ke Jakarta. Mayor Jenderal Moichiro Yamamoto, Kepala Staf Tentara ke XVI (Angkatan Darat) yang menjadi Kepala pemerintahan militer Jepang (Gunseikan) di Hindia Belanda tidak akan menerima Sukarno-Hatta yang diantar oleh Maeda Tadashi dan memerintahkan agar Mayor Jenderal Otoshi Nishimura, Kepala Departemen Urusan Umum pemerintahan militerJepang, untuk menerima kedatangan rombongan tersebut.
Akhirnya, Nishimura mengemukakan bahwa sejak siang hari tanggal 16 Agustus 1945 telah diterima perintah dari Tokyo bahwa Jepang harus menjaga status quo, tidak akan memberi ijin untuk mempersiapkan proklamasi Kemerdekaan Indonesia sebagaimana telah dijanjikan oleh Marsekal Terauchi di Dalat, Vietnam.
Soekarno dan Hatta akhirnya, menyesali keputusan itu dan menyindir Nishimura apakah itu sikap seorang perwira yang bersemangat Bushido,yang ingkar janji agar dikasihani oleh Sekutu. Akhirnya, Sukarno Hatta meminta kembali agar Nishimura jangan menghalangi kerja PPKI, mungkin dengan cara pura-pura tidak tau.
Melihat kejadian perdebatan yang panas itu Maeda dengan diam diam meninggalkan ruangan karena diperingatkan oleh Nishimura agar Maeda mematuhi perintah Tokyo dan dia mengetahui sebagai perwira penghubung Angkatan Laut (Kaigun) di daerah Angkatan Darat (Rikugun) dia tidak punya wewenang memutuskan.
Setelah dari rumah Nishimura, Sukarno Hatta menuju rumah Laksamana Maeda (kini Jalan Imam Bonjol No.1) diiringi oleh Myoshiguna melakukan rapat untuk menyiapkan teks Proklamasi. Setelah menyapa Sukarno-Hatta yang ditinggalkan berdebat dengan Nishimura, Maeda mengundurkan diri menuju kamar tidurnya.
Penyusunan teks Proklamasi dilakukan oleh Soekarno, M. Hatta, Achmad Soebardjo dan disaksikan oleh Soekarni, B.M. Diah, Sudiro (Mbah) dan Sayuti Melik. Myoshiyang setengah mabuk duduk dikursi belakang mendengarkan penyusunan teks tersebut tetapi kemudian ada kalimat dari Shigetada Nishijima seolah-olah dia ikut mencampuri penyusunan teks proklamasi dan menyarankan agar pemindahan kekuasaan itu hanya berarti kekuasaan administratif.
Tentang hal ini Bung Karno menegaskan bahwa pemindahan kekuasaan itu berarti. Bung Hatta, Subardjo, B. M Diah, Sukarni, Sudiro dan Sajuti Malik tidak ada yang membenarkan klaim Nishijima tetapi di beberapa kalangan klaim Nishijima masih di dengungkan. Setelah konsep selesai disepakati, Sajuti menyalin dan mengetik naskah tersebut menggunakan mesin ketik yang diambil dari kantor perwakilan AL Jerman, milik Mayor(Laut) Dr. Hermann Kandeler.
Pada awalnya pembacaan proklamasi akan dilakukan di Lapangan Ikada, namun berhubung alasan keamanan dipindahkan kekediaman Soekarno, Jalan Pegangsaan Timur 56 (sekarangJl. Proklamasi no. 1).
Detik-detik Pembacaan Naskah Proklamasi
Akhirnya, Perundingan antara golongan muda dan golongan tua dalam penyusunan teks Proklamasi Kemerdekaan Indonesia berlangsung tepat pukul 02.00 - 04.00 dini hari. Teks proklamasipun ditulis diruang makan di laksamana Tadashi Maeda jln Imam Bonjol No 1.
Para penyusun teks proklamasi itu adalah Ir. Soekarno, Drs. Moh. Hatta, dan Mr. Ahmad Soebarjo. Konsep teks proklamasi ditulis oleh Ir. Soekarno sendiri. Di ruang depan, hadir B.M Diah Sayuti Melik, Sukarni dan Soediro.
Sukarni mempunyai usul agar yang menandatangani teks proklamasi itu adalah Ir. Soekarno dan Drs. Moh. Hatta atas nama bangsa Indonesia. Teks Proklamasi Indonesia itu lalu diketik oleh Sayuti Melik. Pagi harinya, 17 Agustus 1945, di kediaman Soekarno, Jalan Pegangsaan Timur 56 telah hadir antara lain Soewirjo, Wilopo, Gafar Pringgodigdo, Tabrani dan Trimurti.
Isi Teks Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia
Acara Kemerdekaan Indonesia akan dimulai pada pukul 10:00 WIB dengan pembacaan teks proklamasi kemerdekaan indonesia oleh Soekarno dan disambung pidato singkat tanpa teks. Kemudian bendera Merah Putih, yang telah dijahit oleh bu Fatmawati, dikibarkan, disusul dengan sambutan oleh Soewirjo, wakil walikota Jakarta saat itu dan Moewardi, pimpinan Barisan Pelopor.
Pada awalnya Trimurti diminta untuk menaikkan bendera proklamasi Kemerdekaan Indonesia namun, ia menolak dengan alasan pengerekan bendera sebaiknya dilakukan oleh seorang prajurit. Oleh sebab itu, ditunjuklah Latief Hendraningrat, seorang prajurit PETA, dibantu oleh Soehoed untuk tugas tersebut.
Seorang pemudi muncul dari belakang membawa kotak yang berisi bendera Merah Putih ( Sang Saka Merah Putih), yang dijahit oleh Fatmawati beberapa hari sebelumnya. Setelah bendera berkibar, hadirin disuruh menyanyikan lagu Indonesia Raya.
Sampai saat ini, bendera pusaka tersebut masih disimpan dan terjaga rapih di Museum Tugu Monumen Nasional. Setelah upacara selesai berlangsung, kurang lebih 100 orang anggota Barisan Pelopor yang dipimpin S. Brata datang terburu-buru karena mereka tidak mengetahui perubahan tempat mendadak dari Ikada ke Pegangsaan.
Mereka menuntut Soekarno mengulang pembacaan Proklamasi, namun ditolak. Akhirnya Hatta memberikan amanat singkat kepada mereka. Pada tanggal 18 Agustus 1945, Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) mengambil keputusan, lalu mengesahkan dan menetapkan Undang-Undang Dasar (UUD) sebagai dasar negara Republik Indonesia, yang selanjutnya dikenal sebagai UUD 45.
Dengan demikian terbentuklah Pemerintahan Negara Kesatuan Indonesia yang berbentuk Republik (NKRI) dengan kedaulatan di tangan rakyat yang dilakukan sepenuhnya oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) yang akan dibentuk selanjutnya.
Setelah itu, Soekarno dan M. Hatta terpilih atas usul dari Oto Iskandardinata dan persetujuan dari PPKI sebagai Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia yang pertama. Presiden dan Wakil Presiden akan dibantu oleh sebuah Komite Nasional.
Demikianlah artikel tentang Sejarah Kemerdekaan Indonesia 17 Agustus 1945, semoga bisa menjadi informasi yang bermanfaat untuk para pembaca setia blog pustaka ilmu. Terimakasih
Negara Republik Indonesia mulai mengumumkan kemerdekaannya oleh sang Proklamator Indonesia yaitu, Soekarno dan M.Hatta. Sebelum mengumumkan hari kemerdekaan yang bertanggal 17 Agustus 1945 banyak sekali latar belakang kejadian peristiwa yang terjadi sebelum tanggal tersebut.
Latar Belakang
Pada Tanggal 6 Agustus 1945 ada peristiwa hujan Bom Atom yang terjadi di Negara Jepang yang tepatnya Pengeboman tersebut terjadi di Kota Hirosima oleh Amerika Serikat. Tujuan pengeboman Atom tersebut bertujuan untuk menurunkan moral dan semangat tentara Jepang di seluruh Dunia.
Sehari kemudian setelah tragedi Pengeboman tersebut. Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia atau lebih dikenal dengan BPUPKI. Mulai berganti nama Menjadi PPKI ( Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia ) atau disebut juga Dokuritsu Junbai Inkai dalam bahasa Jepang
PPKI di bentuk untuk mempertegas keinginan dan tujuan mencapai kemerdekaan Bangsa Indonesia. Pada Tanggal 9 Agustus 1945 muncul Tragedi pengeboman Atom kembali oleh Amerika Serikat di Negara Jepang lebih tepatnya di Kota Nagasaki. Sehingga menyebabkan Negara Jepang menyerah kepada Amerika Serikat dan Sekutunya. Momen atas kejadian tersebut akhirnya di manfaatkan oleh Bangsa Indonesia untuk mencapai Proklamasi kemerdekaannya.
Soekarno, Hatta selaku pemimpin dari PPKI dan Radjiman Wedyodinigrat sebagai mantan ketua BPUPKI diterbangkan ke Dalat yang lokasinya 250 km disebelah Timur Laut Saigon, Vietnam untuk bertemu dengan Marsakel Terauci.
Mereka memberikan kabar bahwa saat ini Pasukan Tentara Jepang sedang di-Ambang kekalahan dan akan memberikan kemerdekaan kepada Bangsa Indonesia. Sementara itu di Indonesia, Pada tanggal 10 Agustus 1945, Sultan Syahrir telah mendengar berita tersebut dari siaran Radio. Bahwa Jepang telah menyerah kepada Sekutu.
Pada saat itu pasukan pejuang bawah tanah bersiap - siap untuk memproklamasikan Kemerdekaan Indonesia, dan akan menolak bentuk kemerdekaan yang diberikan sebagai hadiah dari Jepang. Pada Tanggal 12 Agustus 1945, Jepang melalui Marsakel Terauci di Dalat, Vietnam.
Mengatakan kepada Soekarno, Hatta, dan Radjiman bahwa pemerintahan Jepang akan memberikan kemerdekaan kepada Negara Indonesia. Dan Kemerdekaan Indonesia dapat di rayakan dalam beberapa hari kedepan, tergantung kinerja PPKI.
Dua hari kemudian, saat Soekarno, Hatta, dan Radjiman kembali ke tanah air Indonesia. Sutan Syahrir mendesak agar Soekarno supaya mempercepat proklamasi Indonesia. Karena menganggap pertemuan yang terjadi di Dalat tersebut merupakan hasil tipu daya Negara Jepang.
Seharusnya Negara Jepang sudah menyerah kepada Sekutu dan demi menghindari perpecahan kubu nasionalis, Antara yang pro dan contra di Jepang. Hatta menceritakan kepada Sutan Syahrir hasil pertemuan di Dalat tersebut.
Soekarno masih belum yakin atau percaya bahwa Negara Jepang sudah menyerah seutuhnya. Dan takutnya akan menimbulkan pertumpahan darah disaat Proklamasi Indonesia. Soekarno mengingatkan Hatta bahwa Syahrir tidak berhak memproklamasikan kemerdekaan karena itu adalah hak Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia.
Pada Tanggal 14 Agustus 1945 akhirnya Negara Jepang menyerah seutuhnya kepada Sekutu. Negara Jepang berjanji akan mengembalikan semua kekuasaan Indonesia ke tangan Sekutu. Sementara itu, Sutan Syahrir, Wikana, Darwis, dan Chaerul Saleh mendengar kabar tersebut melalui radio BBC.
Setelah mendengar kabar tersebut akhirnya Golongan Muda pun mendesak kepada Golongan Tua untuk mempercepat mem-Proklamasikan Indonesia. Namun, Golongan Tua tidak ingin mempercepat proklamasi kemerdekaan tersebut. Karena, takutnya akan terjadi pertumpahan darah disaat memproklamasikan kemerdekaan Indonesia.
Konsultasi pun di mulai dengan rapat bersama PPKI. Golongan muda tidak menyetujui akan rapat tersebut, mengingat PPKI adalah sebuah badan yang dibentuk oleh Jepang. Mereka menginginkan kemerdekaan atas usaha bangsa kita sendiri, bukan pemberian Jepang. Soekarno dan Hatta Akhirnya, mendatangi penguasa militer Jepang (Gunsei) untuk memperoleh konfirmasi di kantornya di Koningsplein (Medan Merdeka).
Akan tetapi kantor tersebut kosong tidak ada siapapun. Akhirnya, Soekarno dan Hatta bersama Soebardjo kemudian mendatangi kantor Bukanfu, Laksamana Muda Maeda, yang bertempat tinggal di Jalan Medan Merdeka Utara (Rumah Maeda di Jl Imam Bonjol 1).
Maeda menyambut kedatangan mereka dengan ucapan selamat atas keberhasilan mereka di Dalat. Sambil menjawab pertanyaan tersebut ia belum menerima konfirmasi serta masih menunggu instruksi dari Tokyo.
Sepulang dari kekediaman rumah Laksamana Muda Maeda, Soekarno dan Hatta akan segera mempersiapkan pertemuan dengan Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) pada pukul 10 pagi. 16 Agustus keesokan harinya di kantor Jalan Pejambon No 2 untuk membicarakan segala sesuatu yang berhubungan dengan persiapan Proklamasi Kemerdekaan.
Sehari kemudian, gejolak tekanan yang menghendaki pengambilalihan kekuasaan oleh Indonesia makin memuncak dilancarkan para pemuda dari beberapa golongan.Rapat PPKI pada 16 Agustus pukul 10 pagi tidak dilaksanakan karena Soekarno dan Hatta tidak muncul. Peserta rapat tidak tahu telah terjadi peristiwa Rengasdengklok.
Peristiwa Rengasdengklok
Dua hari kemudian, saat Soekarno, Hatta, dan Radjiman kembali ke tanah air Indonesia. Sutan Syahrir mendesak agar Soekarno supaya mempercepat proklamasi Indonesia. Karena menganggap pertemuan yang terjadi di Dalat tersebut merupakan hasil tipu daya Negara Jepang.
Seharusnya Negara Jepang sudah menyerah kepada Sekutu dan demi menghindari perpecahan kubu nasionalis, Antara yang pro dan contra di Jepang. Hatta menceritakan kepada Sutan Syahrir hasil pertemuan di Dalat tersebut.
![]() |
Sejarah Kemerdekaan Indonesia 17 Agustus 1945 |
Pada Tanggal 14 Agustus 1945 akhirnya Negara Jepang menyerah seutuhnya kepada Sekutu. Negara Jepang berjanji akan mengembalikan semua kekuasaan Indonesia ke tangan Sekutu. Sementara itu, Sutan Syahrir, Wikana, Darwis, dan Chaerul Saleh mendengar kabar tersebut melalui radio BBC.
Setelah mendengar kabar tersebut akhirnya Golongan Muda pun mendesak kepada Golongan Tua untuk mempercepat mem-Proklamasikan Indonesia. Namun, Golongan Tua tidak ingin mempercepat proklamasi kemerdekaan tersebut. Karena, takutnya akan terjadi pertumpahan darah disaat memproklamasikan kemerdekaan Indonesia.
Konsultasi pun di mulai dengan rapat bersama PPKI. Golongan muda tidak menyetujui akan rapat tersebut, mengingat PPKI adalah sebuah badan yang dibentuk oleh Jepang. Mereka menginginkan kemerdekaan atas usaha bangsa kita sendiri, bukan pemberian Jepang. Soekarno dan Hatta Akhirnya, mendatangi penguasa militer Jepang (Gunsei) untuk memperoleh konfirmasi di kantornya di Koningsplein (Medan Merdeka).
Akan tetapi kantor tersebut kosong tidak ada siapapun. Akhirnya, Soekarno dan Hatta bersama Soebardjo kemudian mendatangi kantor Bukanfu, Laksamana Muda Maeda, yang bertempat tinggal di Jalan Medan Merdeka Utara (Rumah Maeda di Jl Imam Bonjol 1).
BACA : HARI PEMBERONTAKAN PETA 14 FEBRUARI 1945
Maeda menyambut kedatangan mereka dengan ucapan selamat atas keberhasilan mereka di Dalat. Sambil menjawab pertanyaan tersebut ia belum menerima konfirmasi serta masih menunggu instruksi dari Tokyo.
Sepulang dari kekediaman rumah Laksamana Muda Maeda, Soekarno dan Hatta akan segera mempersiapkan pertemuan dengan Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) pada pukul 10 pagi. 16 Agustus keesokan harinya di kantor Jalan Pejambon No 2 untuk membicarakan segala sesuatu yang berhubungan dengan persiapan Proklamasi Kemerdekaan.
Sehari kemudian, gejolak tekanan yang menghendaki pengambilalihan kekuasaan oleh Indonesia makin memuncak dilancarkan para pemuda dari beberapa golongan.Rapat PPKI pada 16 Agustus pukul 10 pagi tidak dilaksanakan karena Soekarno dan Hatta tidak muncul. Peserta rapat tidak tahu telah terjadi peristiwa Rengasdengklok.
Peristiwa Rengasdengklok
Akhirnya, Para pemuda pejuang, termasuk Chaerul Saleh, Sukarni, dan Wikana yang konon kabar-nya terbakar semangat kemerdekaan setelah berdiskusi dengan Ibrahim gelar Datuk Tan Malaka yang bergabung dalam gerakan bawah tanah kehilangan kesabaran, dan pada dini Hari Tanggal 16 Agustus 1945.
Bersama Shodanco Singgih, salah satu anggota PETA, dan pemuda lain, mereka membawa Soekarno (bersama Fatmawati dan Guntur yang baru berusia 9 bulan) dan Hatta, ke Rengasdengklok, yang kemudian terkenal sebagai peristiwa Rengasdengklok.
Tujuannya tersebut agar Ir. Soekarno dan Drs. Moh. Hatta tidak terpengaruh oleh Negara Jepang. Di sini, mereka berdua kembali meyakinkan Soekarno bahwa Jepang telah menyerah dan para pejuang telah siap untuk melawan Jepang, apapun risikonya.
Di Jakarta, golongan muda, Wikana, dan golongan tua, yaitu Mr. Ahmad Soebardjo melakukan perundingan kembali. Mr. Ahmad Soebardjo akhirnya, menyetujui untuk memproklamasikan kemerdekaan Indonesia di Jakarta.
Maka dari situlah diutuslah Yusuf Kunto untuk mengantar Ahmad Soebardjo ke Rengasdengklok. Mereka menjemput Ir. Soekarno dan Drs.Moh. Hatta kembali ke Jakarta. Mr. Ahmad Soebardjo berhasil meyakinkan para pemuda untuk tidak terburu-buru memproklamasikan kemerdekaan.
Setelah mereka ber-dua tiba di Jakarta, mereka pulang ke rumah masing-masing. Mengingat bahwa hotel Des Indes (sekarang kompleks pertokoan di Harmoni) tidak dapat digunakan untuk pertemuan setelah pukul 10 malam, maka tawaran Laksamana Muda Maeda untuk menggunakan rumahnya (sekarang gedung museum perumusan teks proklamasi) sebagai tempat rapat PPKI diterima oleh para tokoh Indonesia.
Pada Malam harinya, Soekarno dan Hatta kembali ke Jakarta. Mayor Jenderal Moichiro Yamamoto, Kepala Staf Tentara ke XVI (Angkatan Darat) yang menjadi Kepala pemerintahan militer Jepang (Gunseikan) di Hindia Belanda tidak akan menerima Sukarno-Hatta yang diantar oleh Maeda Tadashi dan memerintahkan agar Mayor Jenderal Otoshi Nishimura, Kepala Departemen Urusan Umum pemerintahan militerJepang, untuk menerima kedatangan rombongan tersebut.
Akhirnya, Nishimura mengemukakan bahwa sejak siang hari tanggal 16 Agustus 1945 telah diterima perintah dari Tokyo bahwa Jepang harus menjaga status quo, tidak akan memberi ijin untuk mempersiapkan proklamasi Kemerdekaan Indonesia sebagaimana telah dijanjikan oleh Marsekal Terauchi di Dalat, Vietnam.
Soekarno dan Hatta akhirnya, menyesali keputusan itu dan menyindir Nishimura apakah itu sikap seorang perwira yang bersemangat Bushido,yang ingkar janji agar dikasihani oleh Sekutu. Akhirnya, Sukarno Hatta meminta kembali agar Nishimura jangan menghalangi kerja PPKI, mungkin dengan cara pura-pura tidak tau.
Melihat kejadian perdebatan yang panas itu Maeda dengan diam diam meninggalkan ruangan karena diperingatkan oleh Nishimura agar Maeda mematuhi perintah Tokyo dan dia mengetahui sebagai perwira penghubung Angkatan Laut (Kaigun) di daerah Angkatan Darat (Rikugun) dia tidak punya wewenang memutuskan.
Setelah dari rumah Nishimura, Sukarno Hatta menuju rumah Laksamana Maeda (kini Jalan Imam Bonjol No.1) diiringi oleh Myoshiguna melakukan rapat untuk menyiapkan teks Proklamasi. Setelah menyapa Sukarno-Hatta yang ditinggalkan berdebat dengan Nishimura, Maeda mengundurkan diri menuju kamar tidurnya.
Penyusunan teks Proklamasi dilakukan oleh Soekarno, M. Hatta, Achmad Soebardjo dan disaksikan oleh Soekarni, B.M. Diah, Sudiro (Mbah) dan Sayuti Melik. Myoshiyang setengah mabuk duduk dikursi belakang mendengarkan penyusunan teks tersebut tetapi kemudian ada kalimat dari Shigetada Nishijima seolah-olah dia ikut mencampuri penyusunan teks proklamasi dan menyarankan agar pemindahan kekuasaan itu hanya berarti kekuasaan administratif.
Tentang hal ini Bung Karno menegaskan bahwa pemindahan kekuasaan itu berarti. Bung Hatta, Subardjo, B. M Diah, Sukarni, Sudiro dan Sajuti Malik tidak ada yang membenarkan klaim Nishijima tetapi di beberapa kalangan klaim Nishijima masih di dengungkan. Setelah konsep selesai disepakati, Sajuti menyalin dan mengetik naskah tersebut menggunakan mesin ketik yang diambil dari kantor perwakilan AL Jerman, milik Mayor(Laut) Dr. Hermann Kandeler.
Pada awalnya pembacaan proklamasi akan dilakukan di Lapangan Ikada, namun berhubung alasan keamanan dipindahkan kekediaman Soekarno, Jalan Pegangsaan Timur 56 (sekarangJl. Proklamasi no. 1).
Detik-detik Pembacaan Naskah Proklamasi
Akhirnya, Perundingan antara golongan muda dan golongan tua dalam penyusunan teks Proklamasi Kemerdekaan Indonesia berlangsung tepat pukul 02.00 - 04.00 dini hari. Teks proklamasipun ditulis diruang makan di laksamana Tadashi Maeda jln Imam Bonjol No 1.
Para penyusun teks proklamasi itu adalah Ir. Soekarno, Drs. Moh. Hatta, dan Mr. Ahmad Soebarjo. Konsep teks proklamasi ditulis oleh Ir. Soekarno sendiri. Di ruang depan, hadir B.M Diah Sayuti Melik, Sukarni dan Soediro.
Sukarni mempunyai usul agar yang menandatangani teks proklamasi itu adalah Ir. Soekarno dan Drs. Moh. Hatta atas nama bangsa Indonesia. Teks Proklamasi Indonesia itu lalu diketik oleh Sayuti Melik. Pagi harinya, 17 Agustus 1945, di kediaman Soekarno, Jalan Pegangsaan Timur 56 telah hadir antara lain Soewirjo, Wilopo, Gafar Pringgodigdo, Tabrani dan Trimurti.
Isi Teks Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia
- Kami bangsa Indonesia dengan ini menjatakan kemerdekaan Indonesia. Hal-hal jang mengenai pemindahan kekoeasaan d.l.l., diselenggarakan dengan tjara seksama dan dalam tempo jang sesingkat-singkatnja.
- Djakarta, hari 17 boelan 8 tahoen 05 Atas nama bangsa Indonesia.
- Soekarno/Hatta
Acara Kemerdekaan Indonesia akan dimulai pada pukul 10:00 WIB dengan pembacaan teks proklamasi kemerdekaan indonesia oleh Soekarno dan disambung pidato singkat tanpa teks. Kemudian bendera Merah Putih, yang telah dijahit oleh bu Fatmawati, dikibarkan, disusul dengan sambutan oleh Soewirjo, wakil walikota Jakarta saat itu dan Moewardi, pimpinan Barisan Pelopor.
Pada awalnya Trimurti diminta untuk menaikkan bendera proklamasi Kemerdekaan Indonesia namun, ia menolak dengan alasan pengerekan bendera sebaiknya dilakukan oleh seorang prajurit. Oleh sebab itu, ditunjuklah Latief Hendraningrat, seorang prajurit PETA, dibantu oleh Soehoed untuk tugas tersebut.
Seorang pemudi muncul dari belakang membawa kotak yang berisi bendera Merah Putih ( Sang Saka Merah Putih), yang dijahit oleh Fatmawati beberapa hari sebelumnya. Setelah bendera berkibar, hadirin disuruh menyanyikan lagu Indonesia Raya.
Sampai saat ini, bendera pusaka tersebut masih disimpan dan terjaga rapih di Museum Tugu Monumen Nasional. Setelah upacara selesai berlangsung, kurang lebih 100 orang anggota Barisan Pelopor yang dipimpin S. Brata datang terburu-buru karena mereka tidak mengetahui perubahan tempat mendadak dari Ikada ke Pegangsaan.
Mereka menuntut Soekarno mengulang pembacaan Proklamasi, namun ditolak. Akhirnya Hatta memberikan amanat singkat kepada mereka. Pada tanggal 18 Agustus 1945, Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) mengambil keputusan, lalu mengesahkan dan menetapkan Undang-Undang Dasar (UUD) sebagai dasar negara Republik Indonesia, yang selanjutnya dikenal sebagai UUD 45.
Dengan demikian terbentuklah Pemerintahan Negara Kesatuan Indonesia yang berbentuk Republik (NKRI) dengan kedaulatan di tangan rakyat yang dilakukan sepenuhnya oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) yang akan dibentuk selanjutnya.
Setelah itu, Soekarno dan M. Hatta terpilih atas usul dari Oto Iskandardinata dan persetujuan dari PPKI sebagai Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia yang pertama. Presiden dan Wakil Presiden akan dibantu oleh sebuah Komite Nasional.
Demikianlah artikel tentang Sejarah Kemerdekaan Indonesia 17 Agustus 1945, semoga bisa menjadi informasi yang bermanfaat untuk para pembaca setia blog pustaka ilmu. Terimakasih
Post a Comment for "Sejarah Kemerdekaan Indonesia 17 Agustus 1945"
Post a Comment