Kolonialisme Dan Imperalisme diIndonesia

Kolonialisme dan imperialisme adalah dua konsep yang sering dikaitkan satu sama lain. Kolonialisme merujuk pada praktik pengambilalihan suatu wilayah oleh negara atau kekuatan lain untuk tujuan ekonomi, politik, atau budaya. Imperalisme, di sisi lain, merujuk pada praktik penguasaan wilayah atau negara oleh suatu negara atau kekuatan lain, biasanya dengan cara militer.

Indonesia pernah mengalami kedua praktik ini selama periode penjajahan Belanda. Pada awalnya, Belanda datang ke Indonesia untuk mengeksploitasi sumber daya alam yang ada di sana, seperti rempah-rempah dan tekstil. Namun, seiring berjalannya waktu, Belanda juga mengambil alih pemerintahan Indonesia dan menjajah wilayah-wilayah tersebut secara militer.

Setelah Indonesia merdeka pada tahun 1945, bangsa Indonesia berjuang untuk mengusir penjajah dan membangun negara yang merdeka dan mandiri. Namun, kolonialisme dan imperialisme masih tetap ada di Indonesia dalam bentuk lain, seperti intervensi asing dalam urusan politik dan ekonomi Indonesia.

A. Pengertian Kolonialisme dan Imperalisme

Secara etimologi, kolonialisme barasal dari kata colunus (colonia) yang berarti menguasai. Jadi makna kolonialisme adalah suatu usaha yang dilakukan oleh suatu bangsa untuk menguasai bangsa yang lain di luar dari wilayahnya sendiri. Ada banyak tujuan bangsa-bangsa barat melakukan kolonialisme, yaitu ingin mencari dominasi kekuatan baik itu dari segi ekonomi, sumber daya alam, sumber daya mansia, maupun politik. Terlebih lagi, suatu anggapan yang telah sangat berkembang yang menganggap bahwa bangsa yang melakukan kolonisasi lebih baik dari bangsa yang dikolonikan.

Sedangkan imperialism secara etimologi berasal dari kata “imperare” yang berarti memerintah. Oleh karena itu, pengertian dari imperialism yaitu suatu usaha yang dilakukan oleh suatu bangsa untuk memerintah bangsa lain di luar dari wilayahnya sendiri. Imperialism dijalankan dengan penuh paksaan demi mencapai tujuan bangsa yang melakukannya.

Maka, antara kolonialisme dan imperialism memiliki hubungan yang sangat erat. Bangsa-bangsa Barat datang ke Indonesia ingin melakukan kolonialisme dan imperialism hanya demi mencapai tujuan dari bangsa itu sendiri, tanpa mementingkan penduduk pribumi.

Secara umum, kolonialisme dan imperialism yang dilakukan bangsa Barat di Indonesia didasari oleh beberapa hal, yaitu mencari kekayaan sebanyak-banyaknya (gold), menyebarkan paham atau agama mereka (gospel), dan mencari kejayaan dan kedaulatan (glory). Dengan dasar tersebutlah, bangsa-bangsa Barat melakukan kegiatan kolonialisme dan imperialism nya di seluruh penjuru dunia.


B. Proses masuknya Kolonialisme dan Imperalisme di Indonesia

Revolusi industry yang terjadi di Eropa mendorong bangsa-bangsa Eropa untuk melakukan penjelajahan samudera dengan tujuan mendapatkan bangsa jajahan. Pada awal kedatangannya, bangsa Eropa berkenalan dengan penduduk pribumi dengan memperkenalkan diri sebagai pedagang yang ingin melakukan perdagangan di Indonesai secara bersama-sama dengan pedagang pribumi. Akan tetapi, lama-kelamaan, para pedagang Eropa berhasil menguasai praktik perdagangan di Indonesia dan melakukan eksploitasi secara besar-besaran di Indonesia.


1. Latar Belakang Kedatangan Bangsa Barat di Indonesia

Bangsa barat datang dan masuk ke Indonesia memiliki beberapa latar belakang yang mendorong keinginan untuk merebut, menguasai, dan memerintah bangsa Indonesia. Diantaranya adalah terjadinya Perang Salib pada tahun 1070-1291.

Perang ini melibatkan bangsa Eropa yang berlatar belakang beragama Kristen berhadapan dengan kekhalifahan turki Utsmani yang beragama Islam. Akibat dari perang ini, pasukan dari Eropa mengalami kekalahan, sehingga kota Konstantinopel (Byzantium) berhasil direbut oleh pasukan muslim yang mengakibatkan Sultan Mahmud II yang menguasa Turki Utsmani pada saat itu menutup pelabuhan Konstantinopel bagi bangsa Eropa. Hal itu mengakibatkan orang-orang Eropa kesulitan untuk mendapatkan hasil alam berupa rempah-rempah.

Berdasarkan hal itu, maka bangsa-bangsa Eropa melakukan perjalanan untuk ke seluruh penjuru dunia untuk menemukan daerah penghasil rempah-rempah. Indonesia yang notabene merupakan daerah penghasil rempah-rempah, tidak luput dari invasi mereka. Mereka juga membawa misi lain yaitu gold, gospel, and glory di dalam perjalannya. Ditambah dengan adanya semangat reqonguesta yang berarti semangat pembalasan terhadap kaum muslim dimanapun berada. Semangat-semangat tersebut yang menjadikan bangsa Eropa berani melakukan kolonialisme dan imperialism di Indonesia.

Kolonialisme Dan Imperalisme diIndonesia


2. Bangsa Eropa yang Melakukan Kolonialisme dan Imperialisme

Tercatat, ada 3 bangsa besar yang terlebih dahulu melakukan kegiatan kolonialisme dan imperialism di Indonesia. Ketiga bangsa itu ialah Portugis, Spanyol, Inggris dan Belanda.

Bangsa portugis memulai melakukan penjajahan dengan diadakannya perjalanan seorang Portugis yang bernama Bartholomeu Diaz (1450-1500), dia berhasil mengarungi samudra hingga ke Benua Afrika (Tanjung Harapan) pada tahun 1486.Setelah itu, ada juga Vasco da Gama (1469-1524) yang berhasil mendarat di Calkuta India pada 22 Mei 1498.Lalu, juga ada Alfonso d’ Albuquerque (1453-1515) yang berhasil mendarat di Malaka dan merebutnya pada tahun 1511.

Selain bangsa portugis, juga ada bangsa Spanyol yang juga melakukan perjalanan ke seluruh penjuru dunia dengan tujuan yang sama. Bangsa Spanyol memulai kolonialisme dari seorang Christopher Columbus (1451-1506), dia bersama dengan Amerigo Vespucci berhasil menemukan Benua Amerika.Lalu, terdapat Ferdinand Magelhaens (1519-1521) yang melakukan ekspedisi hingga ke Kepulauan Filipina pada tahun 1920. 

Selanjtnya juga ada Ferdinand Cortez yang berhasil masuk dan merebut serta menduduki Mexico tahun 1519 dengan menaklukkan suku Indian yaitu Kerajaan Aztec dan suku Maya di Yucatan. Yang terakhir, ada Pizzaro yang berhasil menaklukkan kerajaan Indian di Peru yaitu suku Inca pada tahun 1530.

Setelah bangsa Spanyol, diikuti dengan bangsa Inggris. Bangsa Inggris melakukan invasi ditandai dengan kedatangan beberapa tokoh penjajah berkebangsaan Inggris. Mereka ialah Sir Francis Drake (1577-1580) yang melakukan pelayaran keliling dunia hingga memborong rempah-rempah di Indonesia tepatnya di daerah Ternate. Lalu, ada Pilgrim Fathers yang melakukan pelayaran pada tahun 1607 hingga mendarat di Amerika Utara. Setelahnya, ada Sir James Lancester yang berhasil mendarat di Aceh dan Penang pada tahun 1591, dilanjutkan dengan invasi pada tahun 1602 ke Banten.

Lalu juga ada Sir Henry Middleton, pada tahun 1604 berhasil mendarat di Ternate, Tidore, Ambon dan Banda.William Dampier yang pada tahun 1688 berhasil mendarat di Australia kemudian melanjutkan pelayaran dengan menelusuri pantai ke arah Utara. James Cook pada tahun 1770 berhasil mendarat di Pantai Timur Australia sehingga diklaim sebagai penemu Benua Australia.

Terakhir, bangsa Eropa yang masuk ke Indonesia ialah bangsa Belanda yang ditandai dengan Barentz, pada tahun 1594 mencari daerah Timur (Asia) melalui jalur lain yaitu ke Utara. Cornelis de Houtman, pada tahun 1596 berhasil mendarat di Banten. Dan Jacob van Neck yang berhasil mendarat di Banten pada 28 November 1598 dan berhasil mendapatkan rempah-rempah yang banyak.

Belanda juga membentuk kongsi dagang yang bernama Vereenigde Oost Indische Compagnie (VOC). VOC dibentuk oleh pemerintah Belanda dengan tujuan untuk memonopoli perdagangan di Indonesia, serta untuk menghindari perselisihan di antara pedagang dari Belanda sendiri. VOC mendapatkan beberapa hak istimewa yang diberikan oleh pemerintah Belanda. Hak-hak itu ialah :
  • The right of trade monopoly (hak memonopoli dagang) 
  • The right to haves armed forces and build forts (hak untuk memiliki kekuatan tentara sendiri dan mendirikan benteng-benteng) 
  • The right to make agreements with local aothorities or kings (hak untuk membuat perjanjian kerjasama langsung dengan kekuasaan di wilayah tersebut). 
  • The right to have its own currency (hak untuk memiliki mata uang sendiri) 

Ke-4 hak istimewa yang diberikan oleh pemerintah Belanda ini membuat pedagang-pedagang Belanda di Indnoseia mulai melakukan monopoli serta melakukan penjajahan terhadap pedagang atau penduduk pribumi. Kehadiran daripada VOC yang terus menguat dan melakukan penguasaan di Indonesia membuat bangsa Portugis takluk dan pergi dari Indonesia.


C. Kebijakan Pemerintahan Kolonial yang berdampang pada kehidupan rakyat Indonesia

1. Masa Pemerintahan Herman Willem Daendels (1808-1811)

Sejak tahun 1906, Belanda diperintah oleh orang Perancis yang bernama Napoleon Bonaparte. Otomatis, Bepanda merupakan sekutu dari Perancis. Di Eropa, Inggris merupakan musuh besar bagi bangsa perancis. Oleh sebab itu, raja Napoleon Bonaparte menunjuk seorang Gubernur Jenderal untuk memerintah di Indonesia. 

Hal ini karena dengan dikuasainya wilayah Indonesia, maka wilayah kekuasaan perancis akan bertambah kuat. untuk itu, Raja Napoleon memberikan tugas kepada Herman Willem Daendels untuk memperkuat dan menpertahankan kekuasaan di Indonesai dari serangan Inggris, mengumpulkan uang sebanyak-banyaknya untuk biaya perang melawan Inggris, dan memperbaiki kondisi keuangan pemerintah yang telah kosong.

Dengan ditunjuknya Daendels, dia bergerak cepat dengan merekrut tentara, mendirikan benteng-benteng pertahanan, mendirikan pabrik mesiu/senjata di Semarang dan Surabaya, medirikan rumah sakit tentara, membuat jalan dar Anyer sampai ke Panarukan yang total berjarak 1100 km, membangun pelabuhan di Anyer dan Ujung Kulon, serta mengubah system pemerintahan dari gaya kerajaan menjadi sitem pemerintaha yang berlaku di Eropa, dimana Pulau Jawa dabgai menjadi sembilan wilayah yang disebut perfektur. Setiap perfektur dipimpin oleh seorang residen, yang mana satu orang residen membawahi beberapa orang bupati.

Di bawah kekuasaannya, Daendels bersikap sangat keras dan disiplin, sehingga dia sangat dibenci baik itu oleh kaum pribumi maupun penguasa yang berada di bawah pimpinannya. Ditambah dengan system kerja rodi yang diterapkan pada para pekerja, membuat rencana perlawanan terhadapnya mulai bermunculan di beberapa wilayah di Indonesia. Berita ini terdengar oleh Daendels, sehingga ia membutuhkan banyak uang untuk melakukan perlawanan. Dengan strateginya yang menjual tanah Negara kepada pihak swasta asing (pembelian tanah disertai penguasaan rakyat yang ada di atasnya), dia dipanggil kembali oleh raja napoleon Bonaparte dan digantikan oleh Jan Willem Jansnsen.


2. Masa Pemerintahan Jan Willem Janssen (1811)

Setelah masa pemerintahan Herman Willem Daendels berakhir dan diperintahkannya Jan Willem Janssen menjadi Gubernur Jenderal di Indonesia, pengaruh Belanda dan Perancis perlahan-lahan mulai surut. Itu dikarenakan pola pemerintahan pada mas ini kurang taktis dan sangat lemah, sehingga Jan Willem Janssen menyerah kepada Inggris. Hal ini bermula saat Inggris menyerang Indonesia, Jan Willem Janssen tidak dapat berbuat banyak. 

Maka diapun menyetujui perjanjian yang dinamakan “perjanjian Kapitulasi Tuntang” pada tahun 1811. Isi perjanjian ini diantaranya militer Belanda yang ada di Asia Timur jatuh ke tangan militer Inggris. Lalu, utang pemerintah Belanda juga tidak diakui oleh Inggris. Ditambah dengan wilayah Pulau Jawa dan Madura serta semua pelabuhan milik Belanda di wilayah kekuasaannya menjadi sepenuhnya hak milik Inggris. Maka oleh sebab itu, Indonesia sepenuhnya jatuh ke tangan penjajahan Inggris yang dipimpin oleh seorang Gubernur Jenderal bernama Thomas Stamford Raffless.


3. Masa Pemerintahan Thomas Stamford Raffless

Terjadi perbedaan yang snagat mencolok diantara masa pemerintahan yang dipimpin oleh Belanda dengan system pemerintahan yang dipimpin oleh Inggris. Pada masa Thomas Stamford Raffless, dia menghapuskan beberapa kebijakan yang dibuat oleh Daendel dalam segi ekonomi. Diantara kebijakannya yaitu :
  • Penghapusan system penyerahan sebagian hasil bumi pada masa Belanda (contingenten) menjadi system sewa tanah (landrente). 
  • Penghapusan system kerja rodi 
  • Penghapusan system monopoli 
  • Penghapusan pajak dan system wajib menyerahkan sebagian hasil bumi 

Dari segi system pemerintahan, pada masa Thomas Stamford Rffless tidak banyak mengalami perubahan dari masa Daendels. Pulau Jawa tetap dibagi menjadi 16 keresidenan yang dipimpin oleh para bupati. Tetapi, pada masa Thomas, telah dibentuk system pengadilan berdasarkan pengadilan di Inggris di tiap keresidenan.

Namun, menyerahnya Napoleon Bonaparte kepada Inggris pada tahun 1814 membuat Belanda terlepas dari Perancis. Sebab itu, Belanda dan Inggris membuat sebuah perjanjian berupa “Convention of London” yang isinya penyerahan kembali daerah kekuasaan Belanda yang dulunya sempat direbut oleh Inggris kepada Belanda, termausk salah satunya Indonesia. 

Maka sejak tanggal 19 Agustus 1816, terjadi penyerahan kekuasaan Hindia Belanda kepada pemerintah Belanda di Batavia, dimana pihak Inggris diwakili oleh John Fendall dan Belanda oleh Mr.Ellout, van der Capellen, dan Buyskeys. Dengan dtekennya perjanjian ini, maka secara resmi, wilayah Indonesia jatuh kembali ke tangan Belanda.


4. Masa Pemerintahan Van Den Bosch

Setelah pemerintah Belanda menguasai Indonesia, maka ditunjuklah Van Den Bosch sebagai Gubernur Jenderal di Indonesia oleh pemerintah Belanda. Van Den Bosch membuat beberapa kebijakan yang snagat merugikan Indonesia. 

Dia membuat system tanam paksa, yaitu kewajiban bagi setiap peilik lahan untuk menanami tanaman yang laku di pasar internasional, seperti teh, kina, lada, dan lain-lain. System tanam paksa yang dibuat didasarkan oleh mengejar pemasukan pendapatan sebanyak-banyaknya untuk menebus hutang dalam waktu yang sesingkat-singkatnya. Perintah untuk tanam paksa ini termuat di dalam Staatblat (lembaran Negara) no.22 tahun 1834.

Namun di dalam pelaksanaannya, system tanam paksa mendapat kritikan dari berbagai pihak, baik dari rakyar pribumi, maupun dari pihak Belanda sendiri, yaitu antara pihak liberal dan humanis. Maka oleh sebab itu, system tanam paksa perlahan-lahan mulai dihapuskan oleh pemerintah Belanda. Secara resmi, system tanam paksa dihapus pada tahun 1870 berdasarkan atas UU landreform (UU agraria).

Untuk mengganti system tanam paksa yang telah dihapus, Belanda membuat sitem politik terbuka, yaitu memberi hak kepada para pribumi untuk memiliki lahan, akan tetapi, para petani wajib menyewakannya kepada pemerintah. Dan pemerintah akan menyewakannya kepada para pengusaha swasta dalam jangka waktu minimal 75 tahun.


D. Perbedaan pengaruh Kolonialisme dan Imperalisme di Indonesia

Sesuai dengan penjelasan yang telah dikemukakaN di atas, maka kita dapat megetahui bersama bahwasanya terdapat perbedaan-perbedaan yang dibawa antara kolonialisme dan imperialism di antara bangsa-bangsa Eropa itu sendiri. Perbedaan tersebut didasarkan karena kebijakan-kebijakan yang diambil haruslah berdasarkan kebijakan pemerintah pusat di Negara asalnya.

Di sisi lain, kolonialisme dan imoerialisme di berbagai daerah juga mengalami perbedaan dari berbagai sisi, hal ini karena perbedaan sumber daya alam dan sumber daya manusia yang dimiliki oleh masing-maisng wilayah, serta posisi strategis yang ditempati oleh wilayah tersebut. Di Indonesia, Pulau Jawa merupakan pusat pemerintahan kolonialisme dan imperialism yang dilangsungkan oleh bangsa-bangsa Eropa.


E. Munculnya Berbagai Perlawanan terhadap Kolonialisme

Banyak akibat yang ditimbulkan dari suatu politik kolonialisme dan imperiaisme yang dilangsungkan oleh bangsa-bangsa Eropa di Indonesia. Pada saat pertama kali memasuki Indonesia, bangsa-bangsa tersebut memang memiliki hubungan baik dengan penduduk pribumi. 

Tetapi, seiring berjalannya waktu, mereka memainkan praktik monopoli di daerah jajahannya. Hal ini dilakukan semata-mata hanya untuk memperoleh kekuasaan dan kekayaan yang sebanyak-banyaknya. Oleh karena itu, mulai muncullah berbagai perlawanan yang dibuat oleh rakyat Indonesia terhadap penjajah. Hal itu dapat dibuktikan dengan :


1. Perlawanan terhadap Portugis

Perlawanan terhadap bangsa Portugis dimulai dengan diangkatnya senjata oleh Malaka dan Demak pada tahun 1512. Malaka yang saat itu dipimpin oleh Pate Kadir, melangsungkan perlawanan sengit kepada pemerintah Portugis. Di samping itu, perlawanan juga dinampakkan oleh Demak yang dipimpin oleh Pati Unus.

Perlawanan oleh rakyat Aceh juga dimulai pada tahun 1513 untuk menyerang Portugis. Perlawanan rakyat Aceh lebib berorientasi pada keagamaan. Hal ini ditunjukkan dengan dimulainya pelayaran ke Timur tengah oleh kapal-kapal Aceh yang dilengkapi dengan meriam lengkap serta ribuan prajurit. Aceh juga meminta bala bantuan kepada Kerjaan Turki untuk membantu menumpaskan pengaruh Portugis.

Perlawanan oleh rakyat Tidore pada tahun 1529, meletuslah perlawanan dari rakyar Tidore yang dibantu oleh Spanyol terhadap Portugis, hal ini bermula saat Sultan Hairun (raja yang memerintah kerajaan Tiodre dikhinati olehg Portugis lalu dihukum mati). Oleh karena itu, rakyat Tidore berjuang habis-habisan untuk mengusir Portugis dari tanah Maluku.


2. Perlawanan Terhadap VOC

Oleh karena kebijakan-kebijakan kongsi dagang Belanda yang memonopoli perdagangan di wilayah Indonesia, maka dimulailah berbagai perlawanan terhadap VOC di berbagai wilayah. Perlawanan terhadap VOC dimulai dari perlawanan rakyat Maluku. Lalu diikuti oleh perlawanan rakyat Makassar (kerajaan Gowa), dan terakhir oleh pemberontakan Trunajaya yang dipimpin oleh Pangeran Adipati Anom.


3. Perlawanan terhadap Kolonial Belanda

Rakyat Maluku kembali bergolak melihat tindakan sewenang-wenang yang dilakukan pada saat pemerintahan Belanda menguasai Indonesia. System wajib menyerahkan hasil bumi kepada pemerintah, membuat Pattimura memimpin rakyat Saparua melakukan perlawanan terhadap pemerintah Belanda. Mereka membakar kapal-kapal milik Belanda di pelabuhan. Namun, perlawanan ini tidak berlangsung lama, karena Pattimura berhasil ditangkap oleh Belanda dan dihukum gantung.

Di Sumatera Barat, pada tahun 1815-1837, kaum padri dan kaum adat bersama-sama melakukan perlawanan terhadap bangsa Belanda. Perlawanan dipimpin langsung oleh Tuanku Imam Bonjol yang dibantu oleh Sentot Alibasyah. Namun, Imam Bonjol berhasil ditangkap dan diasingkan ke Cianjur.

Selanjutnya, terdapat perang Diponegoro yang dipimpin oleh Pangeran Diponegoro pada tahun 1825-1830. Pasukan Diponegoro melakukan taktik gerilya, namun perlawanan ini berhasil ditumpaskan oleh Belanda dengan menerapkan siasat Benteng Stelsel.

Terakhir, pada tahun 1849, perang Japarag ameletus di Bali. Perang ini bermula saat kapal Belanda terjebak di Buleleng. Sesuai dengan hokum adat setempat, kapal yang masuk ke daerah tersebut harus menjadi hak milik kerajaan Buleleng. Namun, belanda menolak hal tersebut. Akhirnya meletuslah pertempuran antara Belanda dengan Kerajaan Buleleng yang dipimpin oleh Gusti Ketut Jelantik. Sayangnya, Belanda berhasil memenangkan pertempuran.

Demikianlah artikel tentang Kolonialisme Dan Imperalisme diIndonesia, semoga bisa menjadi informasi yang bermanfaat untuk para pembaca setia blog pustaka ilmu. Terimakasih

Post a Comment for "Kolonialisme Dan Imperalisme diIndonesia"